Indonesia Pamer Perdagangan Karbon di Jerman
tonosgratis.mobi, Jakarta Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dwanthi, selaku National Focal Center (NFP) UNFCCC memimpin delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada Anak Perusahaan ke-60 Pertemuan Badan (SB) Konvensi Perubahan Iklim diadakan di Bonn – Jerman.
Sesi ke-60 Dewan UNFCCC membahas agenda SBSTA dan SBI 60, program transisi CDM, acara wajib dan acara sampingan.
“Salah satu program penting dan langkah terkait operasional perdagangan karbon di Indonesia adalah agenda SBSTA 60 terkait Pasal 6 Perjanjian Paris, yang memuat acara wajib terkait dengan usulan tema program kerja Akses non-pasar bagi negara-negara anggota Perjanjian Paris dan peristiwa yang menyertainya terkait dengan Keputusan CMA 3 dan 4 tentang peraturan dan memerlukan penerapan Pasal 6, termasuk penggunaan metodologi, otorisasi, adaptasi dan pelaporan yang sesuai,” petikan keterangan tertulis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Minggu. (23 Juni 2024).
Agenda ini memberikan rancangan kesimpulan yang akan dibahas pada pertemuan UNFCC COP 29 mendatang di Baku, Azerbaijan pada awal November. tujuan mitigasi internasional (OIMPs) lainnya, seperti CORSIA dan pelabelan, harus mendapat izin dari negara asal (negara tuan rumah).
Dalam hal ini, setiap Negara Anggota harus mengembangkan Peta Jalan Pencapaian NDC tahunan untuk memantau hasil NDC tahunannya. Sementara itu, semua sepakat bahwa pembahasan detail mengenai metode koreksi yang tepat baru akan dibahas pada COP 30 tahun 2025.
Pasal Terkait 6.2. Terkait kerjasama antar Para Pihak, belum terdapat konsensus mengenai bentuk pelaporan elektronik sebagai dasar pelaporan dan ditegaskan bahwa pelaksanaan kerjasama berdasarkan Pasal 6.2 tetap dapat berlangsung tanpa menunggu kesepakatan mengenai bentuk.
Mengenai mekanisme kerja sama luar negeri untuk mendukung kontribusi NDC negara tuan rumah tanpa transfer karbon ke mitra kerja sama luar negeri (non-pasar) atau Pasal 6(8) Perjanjian Paris, hasil pembahasan mengacu pada Keputusan 4 CMA 3 dan Keputusan 8 CMA 4 menetapkan peran NFP A6.8, di mana NFP dapat menentukan implementasi di negaranya dan menyerahkannya ke UNFCCC melalui platform berbasis web non-pasar dari platform tersebut.
Terkait agenda tersebut juga dibahas topik program kerja tahun 2024 mengenai penetapan yang akan dilakukan di tingkat negara anggota Perjanjian Paris. Dalam hal ini, Indonesia mendorong peran negara-negara dalam berkontribusi terhadap NDC melalui kerja sama luar negeri tanpa melakukan transfer unit karbon ke luar negeri, terutama pada aktivitas berbasis lahan, termasuk pertanian dan kehutanan. Disepakatinya topik program kerja tahun 2024 untuk menetapkan program kerja tahun 2024 yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Di sela-sela pertemuan SBs60, selain program percontohan, Verra bekerja sama dengan Sekretariat Perubahan Iklim Singapura dan Gold Standard menyelenggarakan acara sampingan terkait pasar sukarela dalam penerapan Pasal 6 PA. Dalam pemaparannya (Verra, Sekretariat Perubahan Iklim dan Standar Emas Singapura) antara lain menyampaikan bahwa Verra sebagai salah satu pemilik Program Pasar Karbon Sukarela terus berupaya mewujudkan integritas lingkungan sebagaimana tertuang dalam keputusan CMA 3 dan 3. 4, khususnya kemitraan antara sektor swasta domestik dan perusahaan swasta asing, baik untuk tujuan NDC (termasuk dekarbonisasi dan emisi nol bersih perusahaan di luar negeri) dan untuk tujuan lain (CORSIA, tujuan sukarela seperti pelabelan), izin dari tuan rumah negara (negara) adalah wajib. asal).
Vera juga berpendapat bahwa penyesuaian terkait yang dilakukan oleh negara tuan rumah dilakukan untuk menghindari penghitungan ganda dan agar pencatatan dalam register seimbang, kecuali untuk tujuan pelabelan perusahaan luar negeri yang diusulkan memerlukan penyesuaian terkait dari Registry. negara tuan rumah.
Hasil pembahasan PA Article 6 pada pertemuan SBs60 di Bonn berupa draft kesimpulan dan sejumlah pertanyaan pembahasan akan dibahas lebih lanjut dan disepakati pada pertemuan SBs ke-61 menyusul pertemuan COP UNFCCC ke-29 di Baku, Azerbaijan pada bulan November 2024.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah transaksi pertukaran karbon terus meningkat. Per 31 Mei 2024, tercatat ada transaksi senilai Rp 36,77 miliar.
Direktur Eksekutif Pasar Modal, Pengawasan Derivatif Keuangan dan Pertukaran Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, angka tersebut merupakan data yang dikumpulkan sejak peluncuran pertukaran karbon pada 26 September 2023.
“Di Carbon Exchange, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 31 Mei 2024, terdapat 62 pengguna layanan yang mendapatkan lisensi dengan total volume 608.427 tCO2e,” kata Inarno saat konferensi pers, Senin (6 Oktober 2024). .
Dia mengatakan transaksi kumulatif senilai Rp36,77 miliar tercatat paling banyak di pasar lelang sebesar 50,26%. Jumlah tersebut tercatat meningkat Rp 1,46 miliar dibandingkan pencapaian pada April 2024.
Nilai kumulatifnya sebesar Rp36,77 miliar dengan rincian nilai transaksi di pasar reguler 26,86%, pasar negosiasi 22,88%, dan pasar negosiasi 50,26%,” ujarnya.
Inarno meyakini potensi pertukaran karbon Indonesia masih cukup besar. Pasalnya, masih ada 3.765 orang yang terdaftar di sistem. Potensi perdagangan karbon di Indonesia juga besar.
“Ke depan, potensi Pertukaran Karbon masih besar dengan tercatat 3.765 di Daftar Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan potensi satuannya besar,” jelas Inarno.
Seperti diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat potensi perdagangan karbon, namun diperlukan kerja sama antara regulator dan pelaku industri untuk mendorong perdagangan karbon.
Hingga 5 Juni 2024, total transaksi pertukaran karbon hanya mencapai 600 ribu ton CO2 atau setara dengan nilai transaksi Rp36,78 miliar.
Antony dalam tulisan Antara, Minggu (6 September 2024) mengatakan: “Kami yakin potensinya sangat besar, namun kerja sama OJK dengan kementerian dan lembaga terkait sangat penting untuk pengembangan pasar karbon.”