Kemendikbud Ajak Masyarakat Jadikan Ruang Publik Jadi Titik Temu Aktivitas Budaya
REPUBLIKA.CO.ID, TANGIER – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajak masyarakat memanfaatkan ruang publik di kota-kota Indonesia seperti Jakarta. Ruang publik dapat berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ekosistem budaya.
Rustu Gunawan, Direktur Bina Ketenagakerjaan dan Kelembagaan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki platform Indonesia untuk membangun ekosistem pengembangan kebudayaan. Menurut Rustu, platform Indonesia mengedepankan kolaborasi dan gotong royong bagi masyarakat, pelaku budaya, dan pemerintah daerah untuk menciptakan ruang publik yang inklusif dan representatif sebagai ruang ekspresi budaya.
“Platform Living Indonesia bertujuan untuk memperkuat jaringan para pelaku budaya dan pengelola ruang publik,” ujarnya dalam talkshow bertajuk Perluasan Ruang Publik: Menjadikan Ruang Publik Hidup sebagai Titik Temu Ekosistem Budaya di ARC: id. Tempat di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Jumat (23/2/2024).
Tiga pembicara dalam talkshow tersebut adalah Handako Henroyono, CEO Filosofi Kopi dan M-Bloc Group, Arif Udi Jatiwangi Art Factory dan Singgi Kartono, pendiri Gerakan Spedagi. Arif Udi yang dikenal mengembangkan rooftop factory di Majalengka, Jawa Barat menjadi ruang seni dan tempat berkumpulnya generasi muda kreatif, mengaku sudah 18 tahun menjadi Jatiwangi Art Factory (JAF). Tempat itu berhasil dijadikan sebagai titik pertemuan.
Saat ini JAF menerima Kabupaten Majalengka sebagai kota terakota sudah mencapai tingkat pemerintahan daerah. Menurut dia, 30 persen bangunan harusnya terbuat dari terakota, selain material lainnya. “Dia memiliki dampak psikologis sejauh ini dan dia membuat keputusan berbeda,” katanya.
JAF mengadakan festival setiap 3 tahun sekali, termasuk festival bagi binaragawan yang mempunyai kekuatan angkat genteng. “Sekarang semua punya ide dan jaringan, anggota JAF tersebar kemana-mana,” kata Arif.
Tak hanya di Majalengka, ruang publik sebagai tempat berkumpul juga diciptakan Singih Kartono. Papringan memanfaatkan perumahan bambunya untuk dijadikan pasar dan tempat berkumpulnya masyarakat.
Menurut Singh, masyarakat membutuhkan tempat baru dan pasar Papringan menarik karena berada di belakang rumah dan banyak aktivitas. Papringan mengatakan pasar adalah cara baru untuk melindungi habitat bambu dengan cara yang dapat membuat orang lain bangga.
“Impian saya, pasar Papringan bisa menjadi tempat belajar bersama. Dan penting bagi masyarakat lokal untuk belajar bersama dengan orang asing karena mereka kurang percaya diri dan merasa perlu ada orang asing yang datang.” kata Singhi. Sementara itu, CEO Philosophie Kopi Handako Hendroyono mengatakan pentingnya memiliki ruang publik sebagai kawasan pengembangan budaya.
Talkshow Kemendikbud Ristek mengangkat tema “Peningkatan Ruang Publik: Menjamin Ruang Publik sebagai Tempat Berkumpulnya Ekosistem Kebudayaan”. Pengembangan kebudayaan juga merupakan salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan bagi perluasan kebudayaan.
Pada diskusi pertama, Direktur Jenderal Pengembangan Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan pendapatnya mengenai penciptaan kawasan pengembangan budaya dalam upaya memfasilitasi lingkungan hidup. “Dengan menjadikan keberagaman budaya sebagai alat pembangunan dan menstimulasi kegiatan nasional melalui dialog, gagasan, praktik baik, dan prestasi yang menginspirasi bagi pembangunan kota inklusif dan berkelanjutan di Indonesia,” ujarnya.
Rustu Gunawan, Direktur Pengembangan Staf dan Lembaga Kebudayaan, mengatakan: “Talkshow ini merupakan bagian dari program Platform Indonesia. Platform Indonesia memiliki prinsip kolaborasi, partisipasi, pemberdayaan lokal, keberagaman dan koneksi.
Dalam rangka membangun ekosistem pengembangan budaya, Platform Indonesia mendorong kerja sama dan kolaborasi yang melibatkan komunitas, pelaku budaya, dan pemerintah daerah untuk menciptakan ruang publik ruang ekspresi budaya. Kehadiran platform Indonesia bertujuan untuk memperkuat jaringan para pelaku tradisional dan pengelola ruang publik.
Talkshow tersebut terselenggara atas kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta ARCH.ID dan Ikatan Arsitek Indonesia (IIAI) dengan mengusung tema Pameran Arsitektur Indonesia ke-4: Spasial: Toleransi.