Kenaikan UKT Dibatalkan, Ketua Komisi X Tolak Student Loan Dijadikan Solusi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah resmi membatalkan kenaikan biaya kuliah tunggal (UKT) di seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) untuk tahun ini. Kini, pemerintah diminta mengambil kebijakan jangka panjang, khususnya dalam pengelolaan anggaran untuk menjamin layanan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi terjangkau dan berkualitas.
“Kami mengapresiasi keputusan pemerintah yang membatalkan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri. Kami berharap keputusan ini mengarah pada kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, bukan sekedar kebijakan jangka pendek seperti skema pinjaman mahasiswa,” Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (28/12) 5/2024.
Pinjaman pelajar adalah program pinjaman pendidikan tinggi untuk pelajar. Dalam program ini, siswa diberikan pinjaman untuk menutupi biaya sekolah. Siswa diharuskan melunasi pinjaman setelah lulus dan mulai bekerja. Konsep ini diterapkan oleh beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis dan Korea Selatan.
Huda tidak akan setuju jika pemerintah menjadikan program pinjaman mahasiswa sebagai solusi jangka panjang untuk membiayai pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut dia, solusinya tetap membebankan biaya pendidikan kepada siswa dan orang tuanya.
“Kami tidak setuju pinjaman mahasiswa merupakan solusi jangka panjang untuk membiayai pendidikan tinggi. Yang terpenting, alokasi maksimal 20 persen APBN harus dipastikan untuk mendukung biaya layanan pendidikan di Indonesia.” Perlu dibangun ekosistem bisnis yang kompatibel dengan PTNBH, sehingga jika tidak ada solusi, maka pinjaman mahasiswa bisa dijadikan pilihan terakhir,” ujarnya.
Hooda mengatakan, keputusan penghapusan UKT merupakan sikap logis yang diambil pemerintah. Menurutnya, harus diakui kenaikan UKT di jumlah PTN terlalu tinggi dan pasti akan membebani mahasiswa.
“Peningkatan UKT di beberapa perguruan tinggi tanah air rata-rata meningkat 100% hingga 300%. Padahal kenaikan tersebut berdasarkan Permendikbudristek nomor 2/2024 tentang perubahan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi di PTN,” ujarnya.
Politisi PKB ini mengatakan, langkah pemerintah mendorong PTN menjadi badan hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga merupakan langkah yang ideal. Namun langkah tersebut menjadi bumerang ketika kewenangan penggalangan dana dari pihak ketiga dimaknai oleh manajemen PTN sebagai legitimasi perlunya mencari pendanaan dari orang tua siswa melalui skema UKT.
“Tujuan PTNBH untuk dapat mencari pendanaan dari pihak ketiga harus disertai dengan langkah-langkah untuk menciptakan ekosistem bisnis yang baik bagi PTN, misalnya mewajibkan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk bekerja sama dengan PTN sebagai mitra penelitian dan pengembangan usaha. maka pengelola PTN akan menjadikan mahasiswa sebagai objek bisnis”, ujarnya.
Selama ekosistem bisnis PTNBH belum tercipta, kata Huda, sebaiknya pemerintah menyederhanakan pengelolaan anggaran sebesar 20 persen APBN untuk dana pendidikan. Pada tahun 2025, anggaran pendidikan berada pada kisaran Rp708 triliun-Rp741 triliun.
“Akan ada peningkatan anggaran pendidikan Jepang pada tahun 2025. Kami yakin jika ada perbaikan dan penyempurnaan penyaluran anggaran pendidikan, maka subsidi pendidikan tinggi akan semakin meningkat,” kata Huda.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memastikan penambahan jumlah PTN yang dilakukan DUT pada tahun ini tidak akan dilaksanakan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadeem Anwar Makari mengatakan pembatalan tersebut diputuskan setelah dirinya bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya baru saja bertemu dengan Presiden dan beliau setuju untuk membatalkan progres UKT. Dalam waktu dekat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengevaluasi kembali permohonan UKT dari seluruh PTN,” kata Nadeem kemarin.