Microsoft dalam Pengawasan karena Dituding Kumpulkan Data Anak-Anak
tonosgratis.mobi, Jakarta – Microsoft kini berada di bawah bayang-bayang kontrol UE. Perusahaan yang berlokasi di kota Redmond, Washington, AS ini dituduh mengumpulkan informasi rahasia tentang anak di bawah umur.
Seorang pengacara Austria, Neub, telah mengajukan dua keluhan terhadap Microsoft terkait penggunaan aplikasi pendidikan Microsoft 365 di sekolah.
FYI, kelompok advokasi ini juga telah mengajukan pengaduan terhadap OpenAI, Meta, Spotify, dan beberapa perusahaan teknologi lainnya.
Mengutip laporan Engadget, Kamis (6/6/2024), Neub menyebutkan Microsoft 365 Education memasang cookie untuk menganalisis kebiasaan pengguna dan mengumpulkan data pencarian di browser.
Informasi yang dikumpulkan digunakan untuk tujuan periklanan tanpa sepengetahuan sekolah.
Kelompok advokasi tersebut juga menuduh Microsoft mengumpulkan informasi tentang anak-anak yang menggunakan layanan Microsoft di sekolah dan secara diam-diam melacak data anak-anak.
“Analisis aliran data kami sangat mengkhawatirkan. Microsoft 365 Education tampaknya melacak pengguna tanpa memandang usia mereka,” kata pengacara perlindungan data Noob, Felix Mikolas.
“Tindakan ini kemungkinan besar akan berdampak pada ratusan ribu pelajar dan mahasiswa di Uni Eropa dan EEA (Wilayah Ekonomi Eropa). Pihak berwenang pada akhirnya harus bertindak dan menegakkan hak-hak anak secara efektif,” tambah Felix.
Neub juga menuduh Microsoft mengabaikan kewajiban Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa terhadap sekolah tanpa mengetahui kebijakan privasi atau pengumpulan data perusahaan.
“Microsoft menyimpan semua informasi penting tentang pemrosesan data dalam perangkat lunaknya, namun ketika harus menggunakan haknya, sekolah memberikan acungan jempol.”
“Sekolah tidak mampu memenuhi kewajiban transparansi dan informasi,” tambahnya.
Sekadar informasi, Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa telah menetapkan pedoman ketat untuk perlindungan data anak di bawah umur, dengan fokus pada perlindungan tambahan terhadap individu, transparansi, dan akuntabilitas.
Siapapun yang melanggar peraturan GDPR akan didenda 20 juta euro (sekitar Rp 354 miliar) atau empat persen dari pendapatan tahunan perusahaan dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, Microsoft kembali memperluas ketersediaan Copilot, chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) andalannya. Kali ini, perusahaan mengintegrasikan Copilot ke dalam aplikasi Telegram.
Kehadiran Copilot di Telegram memungkinkan pengguna aplikasi mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam percakapan sehari-hari. Perkembangan ini sejalan dengan strategi Microsoft untuk mengintegrasikan Copilot ke dalam berbagai produk dan layanan.
Menurut laporan The Verge yang dikutip Phone Arena, Jumat (31/5/2024), Microsoft sebenarnya tidak sendirian dalam menghadirkan chatbot AI ke platform obrolan. Perusahaan lain seperti Meta dan Google telah melakukan hal yang sama.
Tren ini menunjukkan semakin pentingnya AI dalam membentuk cara masyarakat berkomunikasi dan mengakses informasi di era digital.
Bagi pengguna yang ingin login ke Copilot Telegram, caranya sangat mudah. Pengguna cukup mencari bot dengan nama pengguna @CopilotOfficialBot di menu bilah pencarian aplikasi Telegram dan kemudian menyetujui ketentuan penggunaan dan pernyataan privasi.
Setelah menyetujui persyaratan, pengguna harus mentransfer nomor Telegram ke bot Telegram Copilot. Pengguna kemudian dapat menggunakan bot ini untuk membantu aktivitas sehari-hari.
Microsoft memuji kemampuan bot Copilot di Telegram untuk melakukan pencarian di Internet, memberikan rekomendasi film, membuat rutinitas olahraga, membantu tugas pengkodean, menerjemahkan percakapan, dan memberikan fakta singkat.
Kehadiran Microsoft Copilot di Telegram diharapkan dapat menarik minat banyak pengguna, namun chatbot ini akan fokus pada interaksi berbasis teks. Oleh karena itu, bot ini tidak mendukung pembuatan gambar melalui teks.
Selain itu, mengharuskan pengguna untuk memberikan nomor telepon mereka mungkin akan menjadi hal yang signifikan, terutama bagi pengguna Telegram yang sadar akan privasi.
Perlu diketahui, bot ini memiliki batasan 30 percakapan per hari. Dengan demikian, pengguna dan bot peniru Microsoft dapat bertukar pesan 30 kali hanya dalam 24 jam.
Dijelaskan bahwa tujuan pembatasan ini adalah untuk mengelola alokasi sumber daya sekaligus memastikan akses yang adil bagi seluruh pengguna.