
Sri Mulyani Tolak Target Rasio Pajak 23%
tonosgratis.mobi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati memprotes peta jalan (peta jalan) untuk mencapai target hubungan pendapatan pajak dengan Produk CO domestik (PDB) di daerah tersebut 23 persen pada tahun 2025.
Dalam pertemuan kerja dengan Komisi XI beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengatakan, pada kenyataannya pajak DG yang tinggi (DGT) difokuskan pada reformasi. Dengan menekankan berbagai upaya, seperti integrasi teknologi, memperkuat sistem pajak, untuk meningkatkan rasio pajak.
“Tapi kami tidak terlalu hingga 23 persen.
Karena melalui kerangka kerja ekonomi makro dan prinsip-prinsip fiskal 2025 (KEM-PPKF), pemerintah difokuskan pada rasio pajak 10,09-10,29 persen untuk PDB tahun depan.
“Kami khawatir jika ditulis seperti ini (12-23 persen kondisi pajak dengan PDB), seolah-olah ada peta jalan yang ada yang akan dibahas lagi nanti dalam memorandum ekonomi pada tahun 2025,” kata Sri Mulyani. Hubungan pajak target
Oleh karena itu, bendahara khawatir bahwa hubungan pajak target meningkatkan kesalahpahaman 23 persen. Dia juga tidak ingin ini menuntut Menteri Keuangan untuk periode berikutnya.
“Kami mengikuti apa yang ditulis dalam Kem-puppkf. Jadi itu tidak akan menyesatkan karena ini akan menjadi kesimpulan yang mengikat, dan tentu saja ini harus dialihkan oleh menteri keuangan berikutnya,” kata Sri Mulyani.
Menteri Pendanaan Sri Mulyani Indawati menunjukkan jumlah pajak yang dikumpulkan dalam jumlah Rp 624,19 triliun. Jumlah ini menumpuk dari Januari 2024.
Dia menjelaskan bahwa angka ini sesuai dengan 31,38 persen dari tujuan yang ditetapkan dalam anggaran negara ini dari tahun 2024. Ada juga peningkatan koleksi bulanan sejak awal tahun.
“Penghasilan pajak kami hingga akhir April adalah Rp. 624.19 triliun, yang berarti 31,38 dikumpulkan dari APBN Trrget hingga akhir April,” kata Sri Mulyani pada konferensi pers APBN kami, Senin (5/27/2024). Lompat ke RP 624.19 triliun terakumulasi pada April 2024.
Ketika dilihat dari komponen pajak, deposit terbesar berasal dari pajak penghasilan yang tidak diperoleh (PPH) dengan Rp 377 triliun atau 35,45 persen dari target tahunan. Namun, ketika dilihat dari ukuran pertumbuhan, ia diperbaiki oleh 5,43 persen negatif.
“Jadi jika kita lihat, gas non-minyak dan PPH turun karena PPH tahunan berkurang, terutama dalam kasus bisnis atau unit. Ini berarti bahwa perusahaan dengan harga komoditas telah mengurangi profitabilitas, sehingga komitmen mereka mengurangi pajak, terutama untuk bahan baku,” jelasnya.
Dalam kasus PPN dan PPNBM, Kemenkeu kemudian dapat mengumpulkan Rp 218,5 triliun, ini adalah 26,9 persen dari puncak menara. Akuisisi ini sedikit lebih rendah dari tujuan 26,93 persen dari target tahunan. Tapi kotor masih tumbuh 5,93 persen.
PPH Migaslalu, koleksi FN dan RP 3,87 triliun, jumlahnya, 10,27 dari target atau turun tajam 22,59 persen. Alasannya adalah pengulangan pembayaran tagihan pada tahun 2023.
Selain itu, OLA dan PPH Gas Rp 24,8 triliun ini mengumpulkan 32,49 persen dari target. Dan 23,2 persen turun.
“Untuk minyak ini dan gas ini selalu naik dari tahun ke tahun,” katanya.