Categories
Edukasi

Kejar Akreditasi Unggul, MNC University Studi Banding ke Fikom Universitas Mercu Buana

JAKARTA – Program Penelitian Ilmu Komunikasi Fakultas Desain dan Komunikasi MNC University melakukan studi banding dan membandingkan penerapan Kurikulum Outcome Based Education (KurOBE) di FICOM, Universitas Mercu Buena, Jakarta. ). Kegiatan ini dilakukan menuju program penelitian yang lebih tinggi.

Kunjungan standar tersebut disambut oleh Direktur FIKOM Merck Buena University Prof. dr. dr. Ahmed Muljana, Ketua Program Penelitian Ilmu Komunikasi. Farid Hamid dan Fikom Merku merupakan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Buan.

Vida Nofiasari, Ketua Program Penelitian Ilmu Komunikasi MNC University mengungkapkan, Program Penelitian Ilmu Komunikasi MNCU saat ini sedang mempersiapkan reakreditasi. Diketahui sebelumnya bahwa pengembangan KurOBE berhasil didukung oleh Program Penelitian Ilmu Komunikasi Universitas Merco Buena.

“Kami meyakini sangat perlu dilakukan pengukuran penerapan KurOBE pada Program Penelitian Ilmu Komunikasi MNCU bersama FIKOM Universitas Mercu Buena, yang bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter penting dalam pengembangan dan penerapan KurOBE pada Program Penelitian Ilmu Komunikasi MNCU sehingga dapat menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya saing,” kata Vida.

Farid Hamid, Ketua Program Penelitian Ilmu Komunikasi UMCU, mengatakan standar tersebut juga merupakan bagian dari penguatan kerjasama antara Program Penelitian Ilmu Komunikasi MNCU dengan Fakultas Ilmu Komunikasi UMCU.

Farid mengatakan kerjasama antar perguruan tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui kegiatan ini kita bisa saling belajar. Kami berharap dapat melakukan lebih banyak kegiatan kerjasama di masa depan.

Pj Direktur Fakultas Desain dan Komunikasi MNCU, Dr. Bernadetta Kwintiana Ane mendampingi wawancara standar ini. Profesor ilmu komunikasi MNCU Phoebe Ramadani Rusdin dan Felicianus Novandiri Rahmat juga ikut serta. Yang turut serta dalam penyambutan tersebut adalah para dosen Program Penelitian Ilmu Komunikasi FICOM Universitas Mercu Buena antara lain Santa Margarita Niken Restati, Meli Ridarianti, Siti Muslitahatul Mahmuda dan AndiPajolloiBate.

Categories
Edukasi

Seminar Pusat Studi G20 UPH dan FSI: China Ancaman De Facto di Laut China Selatan

JAKARTA – Pandangan kritis masyarakat terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT), khususnya terkait sikap agresif negara tersebut di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia. Sebab, persepsi dan opini masyarakat idealnya tidak jauh berbeda dengan pandangan kelas penguasa.

Demikian salah satu argumen dalam seminar bertajuk ‘Ancaman Tiongkok di Laut Cina Selatan: Antara Persepsi dan Realitas’ yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian G20 Universitas Pelita Harapan (UPH) bekerja sama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI) . Jakarta, Jumat 21 Juni 2024.

Seminar tersebut menghadirkan Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Edna Karolin, S.T, M.Sc, Dosen Program Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan – Republik Indonesia, Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H., dan Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Johannes Herlijanto, Ph.D. Acara ini dihadiri oleh Amelia JR, Direktur Eksekutif Pusat Studi G20 UPH. Livey, Ph.D.

Direktur Eksekutif Pusat Studi G20 UPH, Amelia JR. Livey, Ph.D. Ia mengatakan, Indonesia diharapkan mengambil sikap tegas dalam melawan ancaman Tiongkok di Laut Cina Selatan untuk menjaga prinsip Indonesia.

“Memang benar Indonesia menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, namun bebas aktif bukan berarti tidak mempunyai prinsip. Dengan menjaga prinsip tersebut maka Indonesia akan semakin berperan di kancah regional dan internasional,” ujar Amelia yang juga menjabat sebagai ketua program studi Magister Hubungan Internasional di UPH, dalam keterangan resminya, Sabtu (22/4/2024).

Perdebatan mengenai sikap asertif terhadap Tiongkok di atas muncul sebagai respons terhadap hasil jajak pendapat publik yang dilakukan Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) beberapa waktu lalu.

“Dalam survei tersebut, 78,9 persen responden menganggap kehadiran Tiongkok di Laut Cina Selatan merupakan ancaman bagi negara-negara ASEAN, sementara 73,1 persen responden menganggap Tiongkok merupakan ancaman bagi Indonesia,” kata salah satu pendiri ISDS, Edna Carolyn.

Menariknya, Edna menyebut responden yang merasa terancam oleh China adalah generasi Y dan Z. Yang tak kalah menarik, mayoritas terbesar responden (39,1 persen) meyakini Indonesia bisa memperkuat kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan dengan menjalin kemitraan dengan negara-negara lain. negara-negara ASEAN, sedangkan 16,7 persen meyakini Amerika Serikat (AS) adalah mitra yang cocok.

Persoalan kedaulatan juga menjadi topik bahasan dalam seminar ini. Edna melaporkan bahwa mereka yang menjawab survei tersebut memahami kedaulatan tidak hanya dalam konteks teritorial, tetapi juga dalam konteks lain seperti kedaulatan ekonomi, politik, dan ideologi.