Categories
Bisnis

Benarkah Pajak THR Naik Gara-Gara Skema TER? Ini Penjelasan DJP

tonosgratis.mobi, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyampaikan pendapatnya mengenai penggunaan metode penghitungan PPh Pasal 21 pada skema rata-rata tarif pajak efektif (TER) yang bersifat publik. kekhawatiran. Meningkatnya kewajiban perpajakan atas Tunjangan Hari Raya (THR).

DJP Histo Yoga, Direktur Peraturan Perpajakan, menjelaskan penerapan skema TER ini merupakan tarif pajak efektif bulanan yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.

Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168.

Ia mengatakan, memperoleh THR dengan pemotongan pajak lebih banyak dibandingkan masa lalu bukanlah hal baru bagi wajib pajak. Namun melalui skema ini, pemotongan PPh 21 tetap tidak berubah sepanjang tahun sehingga tidak ada beban pajak baru yang dibebankan kepada wajib pajak.

Dia menegaskan, rencana TER tidak akan membebani wajib pajak penerima THR karena pemotongan pajak pada Desember nanti akan lebih rendah dan tidak sebesar saat menerima THR.

Yogi mengatakan pada media briefing yang diadakan DJP untuk pemutakhiran laporan SPT: “Dari sudut pandang prinsip keadilan perpajakan, ketika menerima penghasilan dalam jumlah besar, maka perlu membayar pajak dalam jumlah besar. tidak akan terpengaruh lagi. Kantor Berhantu, Jakarta, Selasa (2/4/2024) Aplikasi TER.

Yoga tentu saja mengatakan IRS telah melakukan berbagai simulasi penggunaan TER dalam penerimaan THR. Prinsipnya, rencana tersebut tidak akan membebani wajib pajak.

“Daripada membayar gaji pada bulan Desember, kami harus membayar pajak dalam jumlah besar. Beberapa simulasi kami bahkan akan memotong setengah gaji mereka karena beberapa di antaranya kecil,” kata Yuga.

Devi Astuti, Direktur Konsultasi, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Yoga, mengatakan penerapan program TER terhadap penghasilan kena pajak pegawai tidak akan menambah beban pajak wajib pajak. Bahkan, skema ini memudahkan penghitungan PPh 21 periode Januari hingga November.

“Tidak ada audit di TER. Kalaupun ada kelebihan, langsung dikembalikan oleh pemotong atau pemberi kerja. Jadi status SPT-nya tetap nol, makanya tidak ada audit,” tutupnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 dengan skema rata-rata tarif pajak efektif (TER) tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak yang bersangkutan. Bulan diterimanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Tarif TER digunakan untuk menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November. Selama masa pembayaran pajak bulan Desember, pemberi kerja akan menghitung ulang pajak yang terutang untuk tahun tersebut sesuai dengan tarif pajak penghasilan umum dalam Pasal 17, dan memotongnya dari pajak yang dibayarkan antara bulan Januari dan November. Hal ini akan tetap terjadi. Demikian dikutip Antara, Rabu (27/3/2024).

Direktur Pengembangan Pelayanan dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan kemudian dikalikan dengan tarif berdasarkan tabel TER.

“Besaran pemotongan PPh Pasal 21 pada bulan penerimaan THR sebenarnya akan lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya karena jumlah pendapatan yang diterima lebih tinggi karena mencakup komponen gaji dan THR,” kata Dwi.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Perbendaharaan Nomor 168 Tahun 2023 mengatur perubahan skema penghitungan PPh 21 dan TER.

Jika cara penghitungan sebelumnya adalah pemberi kerja melakukan dua perhitungan dengan tarif Pasal 17, yaitu gaji PPh 21 dan THR PPh 21, maka dalam pengaturan baru pemberi kerja hanya perlu menghitung penghasilan kotor bulanan dikalikan TER bulanan.

Komponen pendapatan kotor yang ditanggung mencakup upah dan gaji tetap (termasuk upah lembur). Bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan tidak tetap lainnya; imbalan yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh pemberi kerja; pembayaran premi asuransi ketenagakerjaan dan premi asuransi sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja;

Misalnya, pegawai tetap yang belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan (TK/0) yang total penghasilannya dari pemberi kerja pada masa pajak Februari sebesar Rp6,5 juta dihitung menggunakan tarif pajak efektif bulanan sebesar 1% untuk PPh Golongan A 21. .