Categories
Edukasi

Seminar Pusat Studi G20 UPH dan FSI: China Ancaman De Facto di Laut China Selatan

JAKARTA – Pandangan kritis masyarakat terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT), khususnya terkait sikap agresif negara tersebut di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia. Sebab, persepsi dan opini masyarakat idealnya tidak jauh berbeda dengan pandangan kelas penguasa.

Demikian salah satu argumen dalam seminar bertajuk ‘Ancaman Tiongkok di Laut Cina Selatan: Antara Persepsi dan Realitas’ yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian G20 Universitas Pelita Harapan (UPH) bekerja sama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI) . Jakarta, Jumat 21 Juni 2024.

Seminar tersebut menghadirkan Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Edna Karolin, S.T, M.Sc, Dosen Program Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan – Republik Indonesia, Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H., dan Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Johannes Herlijanto, Ph.D. Acara ini dihadiri oleh Amelia JR, Direktur Eksekutif Pusat Studi G20 UPH. Livey, Ph.D.

Direktur Eksekutif Pusat Studi G20 UPH, Amelia JR. Livey, Ph.D. Ia mengatakan, Indonesia diharapkan mengambil sikap tegas dalam melawan ancaman Tiongkok di Laut Cina Selatan untuk menjaga prinsip Indonesia.

“Memang benar Indonesia menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, namun bebas aktif bukan berarti tidak mempunyai prinsip. Dengan menjaga prinsip tersebut maka Indonesia akan semakin berperan di kancah regional dan internasional,” ujar Amelia yang juga menjabat sebagai ketua program studi Magister Hubungan Internasional di UPH, dalam keterangan resminya, Sabtu (22/4/2024).

Perdebatan mengenai sikap asertif terhadap Tiongkok di atas muncul sebagai respons terhadap hasil jajak pendapat publik yang dilakukan Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) beberapa waktu lalu.

“Dalam survei tersebut, 78,9 persen responden menganggap kehadiran Tiongkok di Laut Cina Selatan merupakan ancaman bagi negara-negara ASEAN, sementara 73,1 persen responden menganggap Tiongkok merupakan ancaman bagi Indonesia,” kata salah satu pendiri ISDS, Edna Carolyn.

Menariknya, Edna menyebut responden yang merasa terancam oleh China adalah generasi Y dan Z. Yang tak kalah menarik, mayoritas terbesar responden (39,1 persen) meyakini Indonesia bisa memperkuat kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan dengan menjalin kemitraan dengan negara-negara lain. negara-negara ASEAN, sedangkan 16,7 persen meyakini Amerika Serikat (AS) adalah mitra yang cocok.

Persoalan kedaulatan juga menjadi topik bahasan dalam seminar ini. Edna melaporkan bahwa mereka yang menjawab survei tersebut memahami kedaulatan tidak hanya dalam konteks teritorial, tetapi juga dalam konteks lain seperti kedaulatan ekonomi, politik, dan ideologi.

Categories
Edukasi

Buka Seminar di Poltekpar, Wamenparekraf Angela: Kartini Pelopor Kesetaraan Gender di Indonesia

MEDAN – Wakil Menteri Pariwisata dan Pengembangan Usaha (Wamenparekraf), Angela Tanoesoedibjo membuka kegiatan konferensi memperingati Paper Day di Kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Medan, Jalan RS Haji, Desa Kenanga Baru, Kecamatan Percut Seituan, Deliserdang, Sumatera Utara , Selasa. (23/4/2024).

Dihadapan ratusan mahasiswa Poltekpar Medan yang hadir dalam konferensi tersebut, Angela mengungkapkan rasa bangganya terhadap Raden Ajeng Kartini sebagai pionir kesetaraan gender di Indonesia.

Angela menyebut Kartini adalah sosok yang sangat visioner. Hal ini terlihat dari salah satu kutipan Kartini yang masih sangat relevan hingga saat ini. Dimana pernah dikatakan Kartini bahwa kemajuan perempuan selalu menjadi faktor penting dalam peradaban negara.

“Kartini menurut saya sangat visioner. Beliau melihat kalau Indonesia mau maju, kalau peradaban negara ini mau maju, maka akhlak, ilmu pengetahuan, masyarakat, budaya Indonesia, teknologi bahkan perekonomian akan meningkat, maka perempuan harus ditingkatkan,” katanya. Angela.

Namun makna perjuangan Kartini, kata Angela, tidak cukup hanya mengingat karya-karyanya saja. Namun perjuangan Kartini juga terus berlanjut di masa kini dan masa depan.

Sebab, perjuangan Kartini untuk mewujudkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki belum sepenuhnya terjadi. Hingga saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi di berbagai bidang.

Sampai saat ini kesuksesan seorang wanita masih sebatas kesuksesan dalam membangun sebuah keluarga. Hal inilah yang membatasi peran perempuan di luar rumah.

“Kami sangat bangga memiliki pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Kami hadir untuk mengenang karya-karya Ibu Kartini, namun kami tidak ingin berhenti sampai disitu saja. Kami tidak hanya ingin mengenang, tapi juga meneruskan usahanya. .di masa kini dan masa depan,” Tenumo Angela yang juga Wakil Presiden Partai Perindo Bidang Ekonomi Digital dan Kreatif.