WHO Sebut Wabah Kolera di Dunia Berkaitan dengan Perubahan Iklim
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa (19/3/2024) bahwa wabah kolera di seluruh dunia berkaitan erat dengan perubahan iklim, menyusul pertemuan Kelompok Penasihat Senior untuk Vaksin. . Kate O’Brien, direktur Departemen Imunologi, Vaksin dan Biologi, mengatakan pada konferensi pers Kelompok Penasihat Strategis Ahli Vaksin, yang dikenal sebagai SAGE.
“Saya kira kita tahu bahwa kolera erat kaitannya dengan perubahan iklim dalam keadaan darurat, kesadaran akan kolera meningkat,” ujarnya.
“Ini bukan hanya soal vaksin, ini bukan garis pertahanan pertama melawan kolera. Kolera adalah penyakit yang berhubungan dengan air bersih dan sanitasi. Dan vaksin adalah ‘vaksinasi adalah cara untuk mencegah penyakit seumur hidup Anda,'” lanjutnya.
O’Brien juga mengatakan dunia sedang bersiap menghadapi wabah campak. “Dengan epidemi yang sedang berlangsung, perubahan iklim, penurunan populasi dan krisis kemanusiaan, pencegahan penyakit melalui vaksinasi menjadi lebih penting dari sebelumnya,” katanya.
Ia mengatakan program vaksin telah menunjukkan bahwa perlindungan terhadap penyakit merupakan hal mendasar dalam respons terhadap patogen baru, khususnya patogen yang sedang kami tangani, yaitu Covid.
Dia mengatakan tim SAGE melakukan tinjauan pertama terhadap vaksin TBC baru dan juga melihat vaksin TBC lainnya untuk mencegah penyakit ini pada orang muda dan orang dewasa. “Tuberkulosis adalah salah satu penyakit paling berbahaya yang membunuh banyak orang di dunia. “Pada tahun 2022, lebih dari 1,3 juta orang akan meninggal karena TBC, dan lebih dari 10 juta orang akan meninggal karena TBC,” ujarnya.
Dia mengatakan hambatan utama terhadap akses terhadap vaksin adalah ketersediaan obat-obatan tersebut di beberapa daerah, bukan mitos umum di masa puncak epidemi Covid-19. “Saya rasa kita telah melihat dengan sangat menyedihkan selama pandemi Covid-19, ketersediaan vaksin dan kurangnya akses terhadap vaksin,” ujarnya.
“Harus ada permintaan masyarakat, permintaan keluarga, dan permintaan vaksin individu untuk membuat masyarakat mau menerima vaksin.
“Dulu lho, di masa pandemi Covid banyak sekali misinformasi dan informasi yang sangat penting yang disebut dengan infodemik,” ujarnya.
O’Brien mengatakan beberapa informasi tersebut tidak akurat, menyesatkan, atau sekadar menyesatkan. Namun, hal tersebut bukanlah alasan utama masyarakat tidak mendapatkan vaksinasi.
“Bagi banyak orang, jam buka klinik, jarak tempuh, dan mungkin kualitas layanan tidak cukup untuk mendapatkan vaksin,” ujarnya.