Categories
Kesehatan

Fitofarmaka Belum Ditanggung BPJS Kesehatan, Dirut Ali Ghufron Mukti Ungkap Alasannya

tonosgratis.mobi, Denpasar – Fitofarma atau obat tradisional yang menggunakan bahan alami dan memiliki bukti ilmiah belum masuk dalam pendanaan BPJS Kesehatan.

Menurut Ali Ghufron Mukti, Kepala Pejabat Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), diperlukan Health Technology Assessment (STA) agar fitofarmaka, termasuk obat herbal, bisa masuk program nasional.

“Ini tidak ditentukan oleh status kesehatan BPJS. “Ini yang harus dilakukan HTA, pertama dengan menilai apakah benar (efektivitasnya),” kata Ali dalam Konferensi Internasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) Jaminan Sosial ke-17 di Bali, Rabu (6/3). ). /2024).

Ia mencontohkan daun pepaya hijau yang dijus lalu diminum untuk mengobati demam berdarah keempat atau berat. Hasilnya, penyakit demam berdarah bisa disembuhkan dan cara ini disesuaikan dengan tulisan. Namun langkah tersebut saja belum cukup untuk membuat fitofarmaka menjadi salah satu produk obat yang ditanggung oleh BPJS.

Ali Ghufron mengatakan, langkah pertama yang dilakukan adalah melalui proses penambahan fitofarmaka pada formulanya. 

“Suatu fitofarmaka harus melalui proses HTA terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam formulasi. Namun tidak mudah untuk membuktikan suatu produk fitofarmaka (efektif atau tidak) karena BPJS saja tidak cukup hanya efektif saja.

“Harusnya efisien dan ekonomis, lebih efisien. “Harusnya tidak murah, tapi irit, biarpun mahal, kalau efeknya lebih bagus, bagus.”

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa jamu masih belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

 

 

Alih-alih menganjurkan masyarakat untuk menggunakan obat-obatan herbal, Ali Ghufroni justru menyarankan masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat.

“Yang paling mudah bagi orang sehat adalah mengurangi garam, gula, nasi putih, olahraga, dan istirahat yang cukup.

“Kalau lima ini diterapkan, BPJS (kesehatan) tidak akan mengeluarkan banyak uang karena masyarakat sehat. BPJS Kesehatan

 

Di saat yang sama, Ali mengatakan BPJS Kesehatan kini mulai dilirik dunia.

BPJS Kesehatan dalam beberapa kesempatan dijadikan acuan karena pelayanannya dinilai sudah baik, apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

ICT atau Teknologi Informasi dan Komunikasi menjadikan layanan BPJS kesehatan lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.

Kerja BPJS Kesehatan dinilai cukup baik, meski Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau, namun pemanfaatannya bisa membantu masyarakat.

“Hampir tidak ada yang bisa mengalahkan BPJS Kesehatan dalam hal data yang besar, terintegrasi, real-time, kita bisa memantau perilaku fasilitas kesehatan, rumah sakit, dan klinik di seluruh Indonesia,” kata Ali.

Ia menambahkan, tidak banyak negara lain yang memiliki 3.000 rumah sakit. Sementara itu, terdapat lebih dari 3.000 rumah sakit pemantauan di Indonesia. Dengan peluang ini, Indonesia kini dianggap sebagai negara asuransi kesehatan yang maju.

Menurut Ali, dunia pertama kali menaruh perhatian pada BPJS Kesehatan ketika lembaga tersebut mulai berganti. Diketahui, lembaga tersebut selalu mengalami defisit sejak awal berdirinya.

“Tidak peduli orang dari luar negeri, yang ada hanya orang dalam negeri, teman-teman, dokter melihat BPJS (kesehatan) mengecewakan karena tidak membayar cukup, terlilit hutang dan macam-macam,” BPJS Kesehatan. ingat. Direktur Ali Ghufron Mukti menjawab pertanyaan dari Health tonosgratis.mobi.

Melihat situasi buruk tersebut, BPJS Kesehatan akhirnya berusaha mengubah keadaan. Ubahlah situasi yang awalnya kurang menjadi positif.

“Betapa buruknya bisa menjadi baik, betapa rumitnya prosedur bisa menjadi sederhana.” Jadi transformasi kualitasnya cepat (sedang dilakukan).

Penataan ulang tersebut dilakukan pada masa perkembangan ICT, salah satunya untuk mengatasi antrian yang terlalu panjang, hingga enam jam. Dengan ICT, antrian dibuat secara online atau dalam antrian online. Itu cukup untuk mengurangi waktu tunggu dari enam jam menjadi 2,5 jam, dan bahkan 30 menit bagi sebagian orang.