slot jepang

22,4 Persen Mahasiswa PPDS Alami Gejala Depresi, 3 Persen di Antaranya Ingin Akhiri Hidup

tonosgratis.mobi, Jakarta – Sejumlah calon dokter menghadapi kendala serius selama menjalani pendidikan kedokteran (PPDS) hingga berujung pada depresi dan pikiran untuk bunuh diri.

Hal itu diungkapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) berdasarkan hasil tes kejiwaan yang dilakukan di 28 rumah sakit swasta, termasuk RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, pada 21, 22, dan 24 Maret 2024.

Asesmen ini merupakan bagian dari upaya mengidentifikasi dan menangani penyakit jiwa pada calon dokter.

“Untuk memenuhi instruksi Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan bahwa seluruh rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan yang menyelenggarakan pelatihan PPDS wajib melakukan skrining kesehatan jiwa dengan menggunakan instrumen PHQ-9,” tulis keterangan di situs resmi RSUP. Dr Soeradji Tirtonegoro pada Selasa 16 April 2024.

Jumlah yang diperiksa di seluruh RS adalah 12.121 PPDS dan metode yang digunakan adalah Kuesioner Kesehatan Pasien-9 atau PHQ-9.

Hasilnya, sekitar 22,4 persen mahasiswa kedokteran ditemukan mengalami gejala depresi. Faktanya, hampir tiga dari 100 orang mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin menyakiti diri sendiri dengan cara tertentu, seperti dilansir postingan Instagram @pandemictalks.

Rincian depresi 22,4 persen PPDS dengan gejala sebagai berikut: 0,6 persen mengalami gejala depresi berat, 1,5 persen mengalami depresi berat, 4 persen mengalami depresi ringan, 16,3 persen mengalami gejala depresi ringan.

Munculnya data gejala depresi pada dokter hamil mendapat perhatian dari seorang dokter senior yaitu Prof. Tjandra Yoga Aditama.

Mengenai data Kementerian Kesehatan mengenai depresi (termasuk keinginan bunuh diri dan lain-lain) pada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan, banyak mendapat tanggapan dari bidang kesehatan dan pendidikan. Setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan,” kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini kepada Health tonosgratis.mobi melalui pesan yang dimuat pada Selasa, 16 April 2024.

Pertama, kata Tjandra, ada baiknya jika ada perbandingan. Artinya metode yang sama juga digunakan untuk siswa lainnya.

“Mungkin termasuk STPDN (Sekolah Menengah Negeri), perguruan tinggi ternama yang pendidikannya tinggi. Kalau ada perbandingan kita akan tahu kalau tingginya angka depresi itu hanya pada peserta program pendidikan dokter saja atau memang dunia pendidikan pada umumnya. , “tambahnya.

Kedua, Tjandra melanjutkan, alangkah baiknya jika metode diagnosis depresi yang sama diterapkan pada semua orang.

Pertanyaan terkait masalah keuangan dan sosial juga bisa memberikan gambaran depresi. Dan tidak mungkin data dari peserta studi medis profesional dapat menunjukkan sebagian besar populasi.

Ketiga, untuk mendapatkan gambaran depresi berdasarkan asesmen Kementerian Kesehatan, tentunya tidak dan tidak berhenti pada statistik deskriptif saja, maka perlu dilakukan kajian kualitatif untuk melihat penyebabnya.

“Analisis kualitas dan detail sangat penting agar permasalahan yang ada dapat terlihat dengan jelas, apa permasalahan utamanya, apa yang menjadi pendukungnya dan apa saja faktor terkait lainnya. Dengan melakukan hal pertama, kedua dan ketiga maka kita akan memperoleh data yang ‘evidence-based’ untuk pengambilan keputusan selanjutnya,” ujarnya. . Membutuhkan perawatan segera

Keempat, orang yang menderita depresi membutuhkan pertolongan segera. “Jika ternyata depresi juga terjadi pada program pendidikan lain yang berbeda, atau bahkan pada masyarakat biasa, maka tidak mungkin perlu ada program tambahan untuk menghilangkan depresi,” pungkas Tjandra.