Categories
Kesehatan

Benarkah Vape Bisa Bantu Berhenti Merokok? Ini Kata Dokter

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan Profesor Dr. Dr. Agus Dwi Susanto bahwa penggunaan vape atau rokok elektrik tidak membuat penggunanya berhenti merokok. Hal itu ia sampaikan menanggapi unggahan video viral di platform media sosial TikTok yang menceritakan kisah seorang pengguna vape biasa yang kini mengidap penyakit pneumonia.

“Vape bisa membantu seseorang berhenti merokok, namun harus mengikuti SOP berhenti merokok yang dianjurkan WHO,” ujarnya, Kamis (7/3/2024).

Ketua Persatuan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) ini menjelaskan, protokol berhenti merokok yang diperkenalkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah berhenti merokok dalam bentuk apapun ketika obat yang diresepkan dokter sudah habis. “Itu (vape) bisa untuk berhenti merokok kalau ikuti SOP, setelah berhenti merokok harus berhenti vaping. Soalnya di Indonesia tidak seperti itu, sarannya berhenti merokok, rokok konvensional ya. Berhenti, tapi vapingnya malah berlanjut,” ujarnya.

Menurut Agus, artinya vaping bukan bagian dari pengobatan berhenti merokok, melainkan upaya mengalihkan penggunaan cara merokok, dari rokok konvensional ke vaping. Oleh karena itu, anggapan bahwa vaping bisa membantu berhenti merokok adalah salah, karena ketentuan alat bantu berhenti merokok adalah obatnya berhenti setelah Anda berhenti merokok. Masalahnya, apa yang terjadi jika Anda berhenti menggunakan rokok konvensional, bolehkah saya vape selebihnya? dalam hidupku ya kamu tidak bisa begitulah sebutannya bukan?

Untuk itu, kata Agus, WHO tidak merekomendasikan vaping sebagai alat berhenti merokok karena vaping cenderung disalahgunakan oleh penggunanya. Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok dalam bentuk apapun, baik vape maupun konvensional, karena semuanya memiliki risiko dan bahaya kesehatan yang sama.

“Termasuk hookah juga berbahaya bagi kesehatan jangka pendek atau jangka panjang. Hindari penggunaannya karena akan menimbulkan penyakit di kemudian hari pada manusia,” ujarnya.

Categories
Kesehatan

Menkes Budi: Bila Mau Anak-Anak Sehat, Harus Ada Upaya Preventif Termasuk Imunisasi

tonosgratis.mobi Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendorong anak-anak untuk mendapatkan vaksinasi lengkap. Imunisasi dapat menjaga kesehatan anak dan mencegah penyakit serius.

“Mencegah lebih baik daripada mengobati, lebih baik menyelesaikan permasalahan di hulu dan hilir. Lebih baik sekarang daripada terlambat, bukan? “Nah, kalau saya lihat ada program preventif yang termotivasi pada anak, maka keluarga harus diberikan edukasi,” kata Menteri Kesehatan Budi pada Workshop Imunisasi Juara Nasional bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jumat (8/3/2024).

Di Indonesia, pemerintah menyediakan 14 jenis vaksin untuk imunisasi rutin anak. Bodhi mengatakan, penambahan jenis vaksin yang diberikan secara gratis ini berdasarkan rekomendasi para ahli.

“Imunisasi mandiri di Indonesia 11 antigen, ketika saya datang ditingkatkan menjadi 14 antigen berdasarkan saran teman ahli, kami tambah 3 antigen.”

“Ada PCV untuk pneumonia, lalu rotavirus untuk diare, lalu HPV untuk kanker serviks. Nah, dua dari tiga, PCV dan rotavirus, karena kita melihat anak-anak kita paling banyak meninggal dibandingkan anak-anak kita yang masih kecil, “Ya. Angka kematian tinggi, aku ingin menguranginya agar aku tidak merasa malu.”

Selain imunisasi, Bodhi juga mengimbau masyarakat untuk melakukan pemeriksaan secara cermat untuk mengetahui apakah mereka mengidap penyakit tersebut.

Pneumonia dan diare

Salah satu penyebab utama kematian pada anak kecil adalah infeksi. Salah satu infeksi yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah pneumonia dan diare. Faktanya, sudah ada vaksinasi untuk kedua penyakit tersebut.

Oleh karena itu, agar anak kita sehat, intervensi harus bersifat preventif. Imunisasi adalah salah satunya. “Nah, untuk melindungi anak-anak kita, kita perlu mendapatkan vaksinasi lengkap agar sistem kekebalan tubuh mereka lebih siap,” kata Bodhi.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua IDAI, Piperim Basara Januarso menjelaskan mengenai Workshop Imunisasi yang sedang berlangsung.

Menurutnya, workshop ini mengundang 30 cabang anak di seluruh Indonesia. Selain dokter anak, IDAI mengundang pemangku kepentingan lain seperti kelompok guru, akademisi, dan komunitas lainnya.

Sebab, imunisasi tidak hanya dilakukan oleh dokter saja, namun kelompok masyarakat juga turut membantu menyebarkan kesadaran. “Saya pikir akan sangat efektif jika kita memperluas (edukasi) imunisasi ke dalam bahasa mereka,” kata Piperim.

Piperim yakin jika guru dilibatkan dalam kampanye imunisasi sekolah, maka hasilnya akan jauh lebih efektif.

“Juga, HVP ini akan di usia sekolah, jauh lebih efektif daripada dokter (yang berkampanye). Jadi dokter, guru, orang tua, asosiasi orang tua, saya pikir semua orang harus terlibat.”

Partisipasi semua pihak di berbagai sektor dapat membuat semua orang kebal.

Dalam workshop imunisasi ini, Piprim mengajarkan peserta bagaimana berkomunikasi ketika berhadapan dengan masyarakat yang tidak ingin diimunisasi.

Bagaimana menyelenggarakan program di daerah masing-masing untuk mendukung imunisasi. Jadi sekarang belum selesai, makanya program dua tahunan karena kita tidak mau tabrak lari. Hal ini terus dipantau dan ada hasil signifikan yang bisa kami peroleh pada akhirnya.”

Lebih lanjut, Piprim mengatakan imunisasi penting di Indonesia karena sering terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Tanah Air.

“Kemarin kita wabah polio, difteri masih ada, campak masih ada, rubella masih ada. “Hal ini wajar karena cakupan (vaksinasi) di masyarakat lebih rendah.”

Rendahnya cakupan imunisasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah masyarakat mendapatkan informasi yang salah sehingga menimbulkan rasa curiga.